
Koperasi Yora Mekhande Jaya di Jayapura hadir sebagai penggerak utama pengembangan kopra Papua. Berdiri untuk memperkuat kemandirian petani kelapa, koperasi ini menjadi jembatan antara masyarakat lokal dan pasar yang lebih luas. Melalui kerja sama, transparansi harga, dan jaringan yang solid, Koperasi Yora Mekhande Jaya membawa harapan baru bagi ekonomi masyarakat Papua.
Berdiri sejak 2022, Koperasi Yora Mekhande Jaya merupakan koperasi di Jayapura yang didirikan oleh masyarakat lokal. Tidak hanya berfokus pada jual-beli kopra, tetapi juga pada pemberdayaan petani secara menyeluruh. Berawal dari program Sekolah Transformasi Sosial yang digagas Yayasan Econusa di 14 kampung, koperasi Yora Mekhande Jaya menemukan persoalan utama: ketiadaan pasar yang stabil bagi hasil bumi masyarakat. Vanili dan pinang batara sempat menjadi komoditas awal, namun pada akhirnya kopra Papua dipilih sebagai fokus utama karena potensinya yang lebih besar.
Saat ini, Koperasi Yora Mekhande Jaya mengumpulkan kopra dari sembilan kampung di Kabupaten Sarmi: Kaptiau, Pulau Korur, Anus I, Anus II, Podena, Mawes Wares, Beneraf, Takar 1, Takar 2, Takar 3, Dabe, Arare, Arbais, Weim, Pulau Liki, Pulau Armo, dan Pulau Mengge. Selain itu, wilayah operasionalnya juga mencakup Jayapura, Biak, Nabire, dan Merauke.
Jamina, bendahara koperasi, menjelaskan bahwa di Sarmi modal menjadi kendala besar bagi petani.
“Dulu buah kelapa dijual dua buah dengan harga Rp 1.000. Padahal kalau dibawa ke Jayapura, harganya bisa mencapai Rp 5.000–7.000. Untuk kopra pun, pengepul di sini hanya membeli Rp 3.000–4.000 per kilo. Karena itu kami masuk ke wilayah Sarmi untuk membantu, karena potensi kelapanya sangat besar,” ungkapnya.
Biaya transportasi dari kampung ke kota juga sangat mahal, bahkan sering lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh. Untuk mengatasi ini, Koperasi Yora Mekhande Jaya memilih menjemput kopra langsung dari lokasi petani.
“Strateginya, kami timbang dulu di kampung. Setelah ditimbang, kopra dititip di rumah warga. Kalau volumenya sudah 300–500 kilo, baru kami sewa pickup kampung untuk mengangkutnya,” tambah Jamina.
Dengan cara ini, proses penjualan jadi lebih sederhana, dan petani bisa fokus menghasilkan kopra berkualitas. Harga pun tetap transparan dan dibayar tunai, sehingga petani merasa lebih tenang.

Koperasi Yora Mekhande Jaya tidak berjalan sendiri. Di beberapa wilayah, koperasi menggandeng gereja sebagai mitra penting.
“Kami masuk lewat gereja supaya bisa bantu umat. Kopra yang dijual juga bisa jadi persembahan di hari Minggu,” kata Jamina.
Kolaborasi ini membuat kopra Papua punya makna ganda: memperkuat ekonomi keluarga sekaligus menopang kehidupan rohani. Selain dengan gereja, koperasi juga menjalin kerja sama dengan koperasi lokal di Nabire untuk memperkuat jaringan. Kolaborasi ini membuat distribusi lebih lancar dan manfaatnya bisa dirasakan lebih banyak orang.
Saat ini, koperasi mengumpulkan sekitar 10 ton kopra Papua per bulan dari Sarmi, dan hingga 50 ton per bulan jika digabung dengan wilayah lain. Sejak 2023, koperasi ini sudah mengirim 37 ton kopra dalam tiga kali pengiriman. Di balik angka tersebut, tersimpan harapan besar: masyarakat bisa mandiri secara finansial.
“Harapan kami, masyarakat bisa mandiri. Tidak lagi bergantung pada kios atau rentenir, tapi memenuhi kebutuhan dari kopra Papua sendiri,” tutur Jamina.
Koperasi Yora Mekhande Jaya membuktikan bahwa kopra Papua dapat menjadi jalan menuju kemandirian. Melalui kemitraan dengan KOBUMI, hasil kopra masyarakat tidak hanya terserap pasar tetapi juga memberi nilai tambah yang nyata bagi kesejahteraan petani. Setiap butir kopra adalah simbol kerja keras petani dan kolaborasi masyarakat untuk masa depan. Sementara itu, di tengah perubahan itu, pohon kelapa dan hutan tetap tumbuh, menjaga dan dijaga, menandai keseimbangan antara manusia dan alam.