Pada tanggal 4–5 Agustus 2025, KOBUMI menggelar evaluasi semester awal tahun di Ambon sebagai bagian dari refleksi atas pencapaian dan tantangan operasional selama enam bulan pertama. Seluruh divisi terlibat aktif dalam meninjau perkembangan program, dinamika lapangan, serta peluang perbaikan yang dapat dioptimalkan ke depan. Evaluasi ini menjadi dasar penting dalam merumuskan strategi Semester II yang lebih terarah dan tetap sejalan dengan komitmen KOBUMI terhadap keberlanjutan baik dari sisi lingkungan, sosial, maupun tata kelola rantai pasok yang adil dan transparan.
Beberapa langkah strategis yang dirumuskan antara lain pembangunan sistem traceability dan Internal Control System (ICS) untuk memastikan kualitas dan transparansi produk yang bersumber dari komunitas lokal dan masyarakat adat. Selain itu, ditetapkan pula strategi peningkatan volume sourcing melalui perluasan wilayah jangkauan, sehingga lebih banyak hasil hutan bukan kayu dan produk perikanan dapat dimobilisasi secara bertanggung jawab. Langkah ini tidak hanya mendorong produktivitas hutan adat dan wilayah kelola masyarakat, tetapi juga menghadirkan dampak ekonomi yang lebih nyata bagi komunitas yang selama ini menjadi bagian dari rantai pasok KOBUMI.
Sebagai perusahaan sosial dan ekologis milik masyarakat yang berakar pada nilai keberlanjutan, ketelusuran dan jangkauan menjadi aspek penting karena disanalah KOBUMI mengukur sejauh mana masyarakat dapat dijangkau, diperkuat, dan dilibatkan secara aktif.
“Bagi kami aktivitas bisnis di KOBUMI bukan sekadar proses jual beli produk atau hanya menghadirkan komoditas yang berkualitas dan otentik, tetapi juga membangun ekosistem yang mendorong kepercayaan diri, kemandirian ekonomi, dan kapasitas pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan,” kata Etik Meiwati Direktur KOBUMI, Senin 4 Agustus 2025.
KOBUMI ingin komunitas yang didampingi tumbuh secara mandiri, mampu menghasilkan nilai tambah dari lingkungannya sendiri, dan secara aktif menjaga hutan maupun laut tempat mereka hidup. Setiap produk yang KOBUMI kirimkan bukan hanya membawa rasa, tapi juga membawa cerita, tentang tanah, tradisi, dan manusia yang menjaga sumber daya itu dengan penuh cinta.
Narasi: Dea Refika Nita| Foto: Friska Kalia